Rasulullah adalah sosok yang memiliki akhlak yang agung. Keagungan akhlaknya tidak hanya tergambar dalam ucapannya, tetapi juga dalam tindakan dan perbuatannya. Allah telah menegaskan di dalam al-Quran: Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung [QS al-Qalam [68]: 4]. Penegasan Allah ini merupakan pengakuan akan keagungan akhlaknya. Di dalam beberapa hadisnya pun beliau sendiri mengungkapkan keagungan ahklaknya itu. Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk menyempurnakan akhlak yang agung [HR Bukhari]. Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya [HR Ahmad]. Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangan orang Mukmin di akhirat nanti daripada akhlak yang mulia [HR Tirmidzi].
Akhlak yang mulia adalah sebuah keadaan yang melekat di dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang baik dan positif bagi kehidupan dan hal ini menjadi kebiasaan. Diri Nabi, disebut teladan yang baik, karena Rasulullah memiliki akhlak-akhlak yang mulia. Akhlak Rasulullah disebut akhlak Islam, karena perilaku-perilaku keislaman yang benar tergambar pada akhlak Rasulullah. Akhlak Rasulullah juga disebut akhlak al-Quran, karena al-Quran menjadi petunjuk dan pedoman hidup bagi setiap Muslim.
Akhlak yang mulia itu begitu banyak macam dan cakupannya, yaitu mencakup segala perbuatan dan tindakan yang baik, yang kesemuanya bermuara kepada empat dimensi. Oleh sebab itu, akhlak yang mulia dari seseorang harus terwujud dalam menjaga hubungan yang baik dengan dimensi-dimensi kehidupannya: yaitu dalam hubungannya dengan dirinya, dalam hubungan dengan sesamanya, dalam hubungan dengan lingkungannya, dan dalam hubungannya dengan penciptanya. Rasulullah sebagai panutan telah mampu menunjukkan kualitas akhlaknya yang agung terhadap semua dimensi itu. Beliau mampu secara seimbang menjaga hubungannya dengan dimensi-dimensi itu tanpa mengorbankan hubungannya dengan dimensi yang lain.
Tuntunan Rasulullah untuk menjaga hubungan yang baik dengan empat dimensi itu dapat dilihat dalam kasus Abdullah Ibn Amar ibn al-‘Ash ra. Pernah diberitakan kepada beliau bahwa Abdullah melakukan puasa dan shalat malam terus-menerus. Ketika Rasulullah mengonfirmasikan hal itu kepada Abdullah, ia menjawab “Memang demikian, ya Rasulullah. Karena aku meninginkan kebajikan. Rasulullah lalu menyatakan: “Jangan melakukan seperti itu, wahai Abdullah. Tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malamlah dan tidurlah. Karena sesungguhnya badanmu memunyai hak atas kamu, matamu memunyai hak atas kamu, istrimu memunyai hak atas kamu, anakmu memunyai hak atas kamu. Sesungguhnya cukup bagimu untuk berpuasa tiga hari setiap bulan karena setiap kebajikan yang kamu lakukan akan kamu dapatkan sepuluh kali lipatnya dan puasa seperti itu sama nilainya dengan puasa setahun. Akan tetapi jika kuat melakukannya… Rasulullah menyambungnya, …berpuasalah seperti puasa Nabi Dawud as, yaitu dengan cara puasa sehari, sehari tidak [berbuka]. [HR al-Jamaah].
Di dalam hadisnya itu Rasulullah ingin menegaskan perlunya menjaga keseimbangan dalam melakukan sesuatu, dalam beribadah sekalipun. Hubungan dengan Allah harus dijaga secara seimbang dengan hubungan dengan dimensi-dimensi yang lain: hubungan dengan diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Lakukanlah ibadah kepada Allah tanpa mengorbankan hak-hak diri sendiri dan orang lain. Itulah sebabnya, maka dalam berpuasa sangat dianjurkan untuk takhir sahur dan tajil berbuka. Kalau berpuasa terus-menerus, maka pastilah hak-hak diri, keluarga, dan anak-anak terbaikan.
Akhlak yang mulia harus juga terwujud dalam hubungannya dengan lingkungan, baik hewani maupun nabati. Memberi makanan kepada hewan piaraan adalah sebuah contoh akhlak yang mulia. Rasulullah pernah menggambarkan bahwa ada seorang wanita yang masuk neraka karena kucing. Wanita itu mengurung kucingnya tanpa diberikan makanan dan minuman hingga mati. Memanfaatkan alam dengan segala potensinya harus sesuai dengan kebutuhan. Pemanfaatan alam dan lingkungan yang berlebihan akan menimbulkan mudarat bagi kehidupan manusia.
Kumpulan dari akhlak-akhlak yang mulia dengan segala dimensinya itu paling mudah dilihat pada saat seseorang dalam keadaan berihram. Pada saat itu seseorang wajib menjaga larangan-larangan dalam berihram, tidak boleh menambahkan dan mengurangi apa yang sudah ada di dalam diri, tidak boleh berjidal satu sama lain, tidak boleh berbicara yang kotor, tidak boleh membunuh hewan buruan, dan tidak boleh memotong pepohonan, serta senantiasa menjaga kekhusyuan kepada Allah. Begitu banyak akhlak mulia yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah, melalui ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadisnya. Wajarlah kalau mereka yang berakhlak mulia itu menjadi penghuni syurga.
[Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA – Dewan Pakar di Pusat Studi Al-Quran (PSQ)]